Sidang Oknum Wartawan: Konten Berita Bukan Produk Jurnalistik, Terdakwa Melanggar Kode Etik!

0
94
Sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik melalui pemberitaan dengan terdakwa I Putu Suardana di Jembrana dengan agenda menghadirkan tiga saksi ahli dalam persidangan, Kamis 23 Oktober 2025. Sumber foto : CAK/IJN.

InfoJembrana.com | JEMBRANA – Sidang lanjutan kasus dugaan pencemaran nama baik melalui pemberitaan dengan terdakwa I Putu Suardana di Jembrana semakin memberatkan posisi terdakwa. Tiga ahli yang dihadirkan dalam persidangan, Kamis 23 Oktober 2025, di bawah pimpinan Ketua Majelis Hakim Firstina Antin Syahrini kompak menyebut konten berita terdakwa tidak tergolong produk jurnalistik dan melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ).

Ahli Dewan Pers, Dionisius Dosi Bata Putra, secara tegas menyatakan sependapat dengan hasil penilaian Dewan Pers per 29 Mei 2024. Menurutnya, berita yang menjadi pokok perkara tidak memenuhi unsur kepentingan jurnalistik yang diatur dalam UU Pers Nomor 40 Tahun 1999.

“Saya sejalan dengan keputusan Dewan Pers. Produk jurnalistik yang dibuat terdakwa tidak memenuhi unsur kepentingan jurnalistik,” kata Dionisius. Ia menekankan, kasus ini tidak dapat diselesaikan melalui mekanisme UU Pers karena kontennya tidak memenuhi standar etika profesi. Terdakwa, kata dia, juga secara tidak profesional membuat konfirmasi dan hanya membuat dari hasil chatingan dan memuatnya tanpa izin dari korban.

“Setiap kata, mulai dari judul, lead, hingga penutup, harus dapat dipertanggungjawabkan. Setiap tulisan wajib dilindungi oleh Kode Etik Jurnalistik,” ujarnya.

Penilaian serupa datang dari Ahli Bahasa Universitas Udayana, Prof. Dr. I Wayan Pastika, M.S., yang menilai teks berita terdakwa mengandung unsur perendahan martabat. Ia menyoroti diksi yang digunakan, seperti kata “mencaplok” dan “menjajah,” yang dinilai tidak tepat dan berpotensi menyakiti kehormatan pemilik SPBU yang merupakan investor.

“Memang terjadi perendahan martabat atau serangan terhadap kehormatan orang karena pilihan kata yang digunakan. Jika terdakwa tidak menggunakan kata-kata negatif, hal itu bisa dihindari,” jelas Prof. Pastika. Ia menyarankan jurnalis untuk memilih diksi yang netral dan didukung fakta lapangan, serta menghindari penggunaan kata yang berpotensi menyakiti, terutama menyangkut nama baik pengusaha.

Sementara itu, dari aspek tata ruang, Ahli Tata Ruang Putu Sumaharta menguatkan bahwa lokasi SPBU telah sesuai dengan Perda Nomor 11 Tahun 2012 tentang kawasan perdagangan dan jasa, menepis isu yang mungkin diangkat dalam berita terdakwa.

Meskipun kuasa hukum terdakwa, Putu Wirata Dwikora bersikeras bahwa berita tersebut adalah karya jurnalistik dan kliennya telah memenuhi kewajiban dengan memberikan ruang hak jawab, fakta persidangan melalui keterangan para ahli menunjukkan sebaliknya. Khususnya, sorotan Dewan Pers dan Ahli Bahasa memperkuat dugaan pelanggaran profesionalisme dan etika yang diatur dalam KEJ, termasuk dugaan pembuatan konfirmasi secara tidak profesional dari hasil chating tanpa izin narasumber.

“Kalau dilihat sepintas, berita itu jelas produk jurnalistik. Persoalannya muncul karena adanya dugaan komunikasi sebelumnya yang memunculkan tafsir berbeda,” ujar Dwikora. CAK/IJN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here