InfoJembrana.com | JEMBRANA- Ada satu kisah unik dari Jembrana, Bali. Cerita tentang sebuah desa yang namanya menyimpan makna mendalam. Desa itu bernama Yehembang. Namanya lahir dari keuletan, harapan, dan sepasang sungai.
Mau tahu bagaimana desa ini berdiri? Mari kita telusuri jejak sejarahnya.
Babat Hutan, Kisah Para Perintis
Kisah ini dimulai sekitar tahun 1880 hingga 1912. Desa-desa tua seperti Mendoyo dan Yehkuning butuh perluasan. Lapangan kerja baru harus diciptakan, maka para tokoh dan warga dikumpulkan. Misi mereka membabat hutan, atau dalam istilah Bali, Nyuang Alas.
Setelah kelompok (sekehe) terbentuk, pembagian lokasi pun dilakukan. Sekehe dari Mendoyo, Tegalcangkring, dan Delodbrawah mengambil area timur sungai. Sementara itu, kelompok Yehkuning menempati sisi barat. Batas pembabatan ini ditentukan oleh dua sungai utama.
Apa yang unik di perbatasan sungai tersebut?. Ya, itu adalah bunga Rejasa dan pohon Pinang. Para perintis menemukan ciri khas alam yang luar biasa.
Di bagian timur, pinggiran sungai dipenuhi bunga Rejasa yang mekar tak henti. Sungguh indah dipandang mata. Sungai ini lantas dijuluki Sungai Yeh embang.
Di bagian barat, sepanjang tepi sungai tumbuh subur pohon Pinang (Buah). Sungai ini lalu diberi nama Sungai Yeh Buah.
Nama Yeh embang inilah yang kemudian melekat. Ia menjadi pengenal resmi bagi wilayah permukiman baru ini. Lambat laun, nama Yehembang populer dan diakui masyarakat. Secara resmi, Desa Yehembang berdiri pada tahun 1913. Kelihan (Kepala) pertama desa ini adalah I Gusti Putu Berata.
Filosofi Embang: Peluang dan Harapan
Nama Yehembang menyimpan filosofi khas. Ia memberi embang (kesempatan/peluang) luas. Peluang bagi siapa saja yang terampil berusaha. Baik dalam pertanian, perusahaan, atau ladang.
Warga Desa Yehembang sangat menjunjung tinggi keharmonisan. Hubungan sosial dan adat istiadat mereka amat baik. Tak ada perbedaan, semua warga merasa memiliki hak dan kewajiban yang sama.
Ada dua tafsir populer mengenai asal kata Yehembang.
- Sungai Tanpa Muara: Menurut I Ketut Wadi, Sungai Yehembang tak punya muara sendiri. Ia menumpang (ngembang) pada Sungai Yeh Buah. Kata ngembang inilah yang kemudian bergeser lafalnya menjadi embang. Akhirnya, jadilah Sungai Yehembang.
- Bunga/Kembang: Versi lain dari Dewa Kade Dhana mengaitkan embang dengan kembang (bunga). Alasannya, anak sungai di sana banyak menggunakan nama bunga. Contohnya: Sungai Pangkung Sari (sari berarti kembang) dan Munduk Anggrek.
Apapun tafsirnya, intinya satu, nama Yehembang diangkat dari sungai yang melintasinya. Sungai ini adalah sumber kehidupan. Ia terus mengalir dan memberikan peluang bagi yang ulet berusaha. Ini seperti janji yang terpatri di desa tersebut.
Gotong Royong dan Perkembangan Wilayah
Berkat semangat gotong royong sekehe yang tinggi, hutan terbuka makin luas. Tanah pun dibagi-bagi untuk digarap.
Daerah utara kini menjadi Banjar Munduk Anggrek. Penduduknya banyak berasal dari Mendoyo dan Yehkuning. Sementara, Banjar Sekar Kejula dihuni warga Delodbrawah.
Perkembangan Yehembang menarik minat banyak orang. Muncul pemukiman baru dari berbagai daerah:
- Banjar Bangli asalnya dari Kabupaten Bangli.
- Banjar Bungbungan dari Klungkung.
- Banjar Nusamara dari Nusa Penida.
- Banjar Yeh Buah dari Badung.
Melihat pertumbuhan ini, pemerintah membuat garis batas desa. Batas alam seperti Sungai Yeh Buah digunakan sebagai penanda. Wilayah timur sungai ini hingga Yehsumbul menjadi Yehembang. Ini meliputi Yehembang Kauh, Yehembang, dan Yehembang Kangin.
Yehembang adalah bukti nyata, semangat persatuan dan harapan. Desa ini terus memberi peluang, kepada siapapun yang datang akan merasa puas. Puas menemukan tempat untuk berusaha. Desa Yehembang benar-benar desa yang penuh makna. (GA/IJN).