
KETAPANG, (IJN) – Inspeksi menyeluruh oleh Direktorat Jenderal Perhubungan Laut (Ditjen Hubla) Kementerian Perhubungan mengungkap fakta bahwa dari 54 kapal yang beroperasi di lintas Selat Bali, hanya 45 kapal yang dinyatakan laik laut. Kondisi ini berimbas pada pembatasan operasional kapal, terutama jenis XLCT, yang menyebabkan antrean panjang truk logistik di Pelabuhan Ketapang dan Gilimanuk.
Pembatasan ini dilakukan sebagai langkah mitigasi risiko pasca-insiden KMP Tunu Pratama Jaya, serta untuk memastikan seluruh armada yang berlayar di Selat Bali memenuhi standar keselamatan pelayaran nasional.
Direktur Jenderal Perhubungan Laut, Muhammad Masyhud, pada Kamis (17/7/2025), menjelaskan bahwa meskipun terjadi antrean, aktivitas bongkar muat di seluruh dermaga tetap berlangsung normal. “Antrean kendaraan logistik terjadi sebagai dampak dari pembatasan operasional kapal pasca dilaksanakannya inspeksi menyeluruh,” ujarnya dalam keterangan tertulis.
Sebagian kapal eks LCT yang sempat dihentikan operasionalnya kini telah memperoleh dispensasi terbatas. Di antaranya KM. Agung Samudra IX, KM. Jambo VI, KM. Liputan XII, dan KM. Samudra Utama. Namun, dispensasi ini diberikan dengan syarat ketat: hanya kapal dengan temuan ketidaksesuaian minor yang diizinkan beroperasi, dengan pembatasan maksimal 75% dari kapasitas muatan, serta tidak diperbolehkan membawa penumpang atau kendaraan kecil.
ASDP menegaskan bahwa seluruh kendaraan yang akan diangkut telah melalui proses penimbangan dan pengaturan muatan ketat demi menjamin keselamatan. Kebijakan pembatasan ini bersifat sementara dan Ditjen Hubla terus melakukan evaluasi serta verifikasi kelayakan kapal secara bertahap.
Hingga Kamis 17 Juli 2025 pukul 07.00 WIB, tercatat 22 kapal telah beroperasi melayani rute Ketapang-Gilimanuk. Meskipun kondisi cuaca relatif baik, antrean kendaraan logistik tetap mencapai lebih dari 15 kilometer. Hal ini disebabkan tingginya volume truk barang dan terbatasnya jumlah kapal yang dapat beroperasi penuh. Selain di Ketapang, jalur nasional Denpasar Gilimanuk juga sempat mengalami antrean hingga 5 kilometer, sampai hutan Cekik Gilimanuk.
Corporate Secretary ASDP, Shelvy Arifin, menyampaikan permohonan maaf atas ketidaknyamanan yang terjadi. Pihaknya terus berkoordinasi intensif dengan KSOP, Ditjen Hubla, dan pemangku kepentingan lainnya untuk mempercepat proses normalisasi layanan.
“Keselamatan pelayaran tetap menjadi prioritas utama dalam pengambilan keputusan operasional,” tegas Shelvy. Ia juga mengimbau pengguna jasa untuk tetap tertib dan memantau informasi resmi dari kanal komunikasi ASDP. CAK/IJN