
JEMBRANA, (IJN) – Dayu Made Silawati tak kuasa menahan air mata. Bersama menantunya, Ni Luh Sri Devi Mariani, ia masih setia menunggu di Pelabuhan Gilimanuk. Sudah dua hari, sejak Kamis 3 Juli 2025, mereka berharap kabar baik tentang Dewa Gede Adnyana Putra (50), sang sopir truk asal Tojan, Blahbatuh, Gianyar, yang hilang pasca-tenggelamnya KMP Tunu Pratama Jaya di Selat Bali.
Di depan ruang VIP ASDP Gilimanuk, Jumat 4 Juli 2025 siang, raut kesedihan jelas terpancar dari wajah Dayu Made, istri korban. Sesekali tangannya terangkat mengusap air mata yang tak henti menetes. Adnyana Putra, sopir lintas Bali-Jawa pengangkut pakan ternak, terakhir kali berkomunikasi pada Rabu 2 Juli 2025 malam.
Ni Luh Sri Devi Mariani menuturkan percakapan terakhirnya dengan sang ayah mertua. Adnyana Putra minta membangunkannya saat berada di atas kapal untuk bisa segera melanjutkan perjalanan ketika kapal sudah sandar di pelabuhan Gilimanuk. Karena saat itu keluarga korban ada upacara agama di Gianyar.
“Saya menyarankan agar kalau ajik (ayah mertua) sudah sampai rumah pagi harinya, sehingga kita bisa sembahyang bersama. Ajik jawab bisa, katanya sampai rumah pagi. Tapi setelah itu tidak ada kabar lagi. HP-nya tidak bisa dihubungi, bahkan GPS kendaraan pun tidak terdeteksi,” ungkap Devi sedih.
Awalnya, keluarga sempat tak percaya akan kabar buruk ini. Namun, setelah mencocokkan nama di manifest dan melakukan pengecekan langsung, kekhawatiran itu menjadi kenyataan.
“Awalnya saya panik enggak percaya. Terus diinfo oleh temannya Ajik, kalau Ajik naik kapal itu. Terus langsung ke Gilimanuk naik motor untuk memastikan dan memang nama ajik dan pelat kendaraan ada di daftar,” tuturnya. Kini, bersama ibu mertuanya, Devi terus bertahan di pelabuhan, memanjatkan doa agar sang ayah mertua bisa ditemukan selamat.
Gede Tirta (60), rekan kerja Adnyana yang juga sopir truk dari Desa Tuwed, Melaya, Jembrana, turut hadir memberikan dukungan. Ia mengaku sempat mencoba menghubungi korban sekitar pukul 00.00 WITA, 15 menit sebelum insiden nahas itu terjadi, namun ponsel Adnyana sudah tidak aktif. “Kami sudah lima tahun kerja bareng. Biasanya kalau sudah naik kapal, kami istirahat tidur di dalam kendaraan karena kelelahan,” terang Gede Tirta.
Meski Gede Tirta kebetulan sedang tidak bekerja, ia dan istrinya datang ke Gilimanuk untuk memberikan dukungan moral. “Saya sudah merasa seperti keluarga, hanya bisa berdoa yang terbaik untuk keselamatan dia,” tandasnya.
Hingga hari kedua pasca-kejadian, tim SAR gabungan masih terus melakukan upaya pencarian. Namun, baik Dewa Gede Adnyana Putra maupun bangkai kapal KMP Tunu Pratama Jaya yang tenggelam pada Kamis dini hari itu belum berhasil ditemukan. Harapan keluarga kian tipis, namun doa dan penantian tak pernah berhenti. CAK/IJN