Trio Penyelundup Penyu Terancam Empat Tahun di Balik Jeruji Besi

0
413
Kantor Pengadilan Negeri (PN) Negara. Sumber foto : CAK/IJN.

JEMBRANA, (IJN) – Tiga terdakwa yang terlibat dalam jaringan penyelundupan penyu, satwa dilindungi yang kian terancam, kini harus bersiap menghadapi dinginnya tembok penjara. Dalam sidang tuntutan yang digelar pada Selasa 6 Mei 2025, Jaksa Penuntut Umum (JPU) tanpa ragu menuntut hukuman pidana empat tahun penjara bagi masing-masing terdakwa. Tak hanya itu, ketiganya juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp 200 juta, dengan ancaman tiga bulan kurungan pengganti jika denda tersebut tak mampu dilunasi.

Ketiga pria yang kini terjerat kasus hukum tersebut adalah Sodikin (55), Ahmad Uliyan (32), dan Muhammad Lutfi (35). Mereka diyakini kuat telah melanggar Pasal 21 ayat (2) huruf a jo Pasal 40 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2024, sebuah revisi tegas atas Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Gedion Ardana Reswari, Kasi Intel Kejari Jembrana sekaligus Humas Kejari, menyampaikan bahwa tuntutan ini merupakan wujud komitmen kejaksaan dalam memberantas kejahatan lingkungan, khususnya perdagangan satwa dilindungi seperti penyu yang masih menjadi momok di wilayah Jembrana.

“Tuntutan pidana yang berat ini diharapkan dapat memberikan efek jera yang signifikan, bukan hanya kepada para terdakwa, tetapi juga kepada pihak-pihak lain yang mungkin memiliki niat serupa,” tegasnya.

Kasus ini terkuak berkat kesigapan aparat Polres Jembrana yang berhasil mencegat Ahmad Uliyan dan Muhammad Lutfi pada Minggu (12/1) lalu di jalur utama Denpasar–Gilimanuk, tepatnya di Kecamatan Pekutatan. Saat penangkapan, keduanya kedapatan mengendarai mobil pikap bernomor polisi DK 8266 WG yang mengangkut 29 ekor penyu malang.

Reptil-reptil dilindungi itu disembunyikan secara keji di bawah terpal dan ditutupi karung berisi serbuk kayu, sebuah upaya licik untuk mengelabui petugas.
Pengembangan kasus kemudian mengarah pada Sodikin, yang ternyata merupakan dalang sekaligus penyandang dana utama dalam operasi ilegal ini. Ia ditangkap di kediamannya di Banjar Pangkung Dedari, Desa Melaya, Kecamatan Melaya.

Ironisnya, catatan kriminal Sodikin menunjukkan bahwa ia bukanlah pemain baru dalam bisnis haram ini. Pada tahun 2024, ia pernah merasakan dinginnya penjara selama 10 bulan dan didenda Rp 5 juta atas kasus serupa. Lebih jauh lagi, ia juga tercatat dua kali dihukum dalam kasus illegal logging pada tahun 2019 dan 2022.

Rekam jejak kelam juga menghiasi masa lalu Ahmad Uliyan, yang tercatat sebagai residivis kasus pencurian pada tahun 2018 dengan vonis dua tahun penjara. Di sisi lain, Muhammad Lutfi menjadi satu-satunya terdakwa dalam kasus ini yang belum pernah berurusan dengan hukum sebelumnya.

Tuntutan berat ini menjadi sinyal kuat bahwa aparat penegak hukum di Bali tidak akan memberikan toleransi terhadap kejahatan yang mengancam kelestarian alam dan keanekaragaman hayati. Nasib ketiga terdakwa kini berada di tangan majelis hakim PN Negara, yang akan memutuskan vonis dalam sidang selanjutnya. Masyarakat pun berharap putusan yang adil dan memberikan efek jera maksimal demi melindungi populasi penyu yang semakin rentan. CAK/IJN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here