JEMBRANA, (IJN) – Kejaksaan Negeri Jembrana menghentikan penuntutan kasus penggelapan yang dilakukan oleh I Wayan Sudarma melalui Restoratif Justice (RJ). Hal ini menjadi bukti nyata komitmen penegak hukum dalam menyelesaikan perkara pidana dengan mengedepankan pemulihan hubungan dan membangun kembali rasa keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Kasus Sudarma berawal dari penggelapan sepeda motor milik Nova Adi Kusuma tanpa izin dan tanpa sepengetahuannya. Tindakan Sudarma ini mengakibatkan kerugian sebesar Rp. 20 juta bagi Kusuma.
Namun, berbeda dengan kasus penggelapan pada umumnya, kasus Sudarma tidak berujung pada tuntutan pidana. Melalui proses keadilan restoratif, Sudarma dan Kusuma berhasil mencapai perdamaian tanpa syarat dan saling memaafkan.
“Pihak keluarga, tokoh masyarakat setempat, dan Kusuma sendiri pun merespon positif terhadap penyelesaian ini,” ungkap Salomina Meyke Saliama, Kepala Kejaksaan Negeri Jembrana, saat ekspose di Smart Room Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Negeri Jembrana, Rabu, (22/5/2024).
Sudarma juga menunjukkan itikad baik dengan mengganti kerugian yang dialami Kusuma secara penuh. Hal ini menjadi bukti komitmennya untuk memperbaiki kesalahannya dan membangun kembali hubungan baik dengan Kusuma.
Melihat berbagai faktor positif tersebut, Plt. Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum, Leonard Eben Ezer Simanjuntak, menyetujui dan mengabulkan permintaan Penghentian Penuntutan terhadap Sudarma.
“Penghentian Penuntutan tersebut sudah memenuhi persyaratan sesuai Pasal 5 ayat (1), (6) dan Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kejaksaan Agung Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan berdasarkan Keadilan Restoratif,” jelas Simanjuntak.
“Serta antara tersangka dan korban telah terjadi perdamaian tanpa syarat dan saling memaafkan serta masing- masing orang tua, tokoh masyarakat setempat merespon positif,” imbuhnya.
Kasus Sudarma menjadi contoh nyata penerapan keadilan restoratif di Indonesia. Keadilan restoratif bukan hanya berfokus pada hukuman, tetapi juga pada pemulihan hubungan dan membangun kembali rasa keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Penerapan keadilan restoratif dalam kasus Sudarma menunjukkan bahwa proses hukum di Indonesia tidak hanya kaku dan retributif, tetapi juga adaptif dan humanis. Hal ini patut diapresiasi sebagai langkah maju dalam penegakan hukum di Indonesia. CAK/IJN