Sudah Puluhan Tahun, Jaje Klepon Men Sana tetap Menjaga Kualitas Rasa

0
2586
Jajanan Klepon Men Sana. Sumber foto : Dok. Info Jembrana

Jembrana, (IJN) – Meski jaje (jajan) klepon sudah banyak yang paham cara membuatnya, tetapi berbeda dengan jaje klepon Men Sana. Usaha jajan tradisional ini, diawali oleh Ni Nengah Sulem atau yang akrab disapa Men Sana, sekitar tahun 1986 lalu. Berangkat dari itu, usaha jaje klepon ini tetap bertahan dan menjaga kualitas rasa, dalam kurun waktu hingga puluhan tahun.

Padahal bila dilihat dari bahannya, tidaklah terlalu mahal, cukup dengan tepung ketan putih, gula merah dan kelapa parut. Namun karena cocok dilidah dan rasanya sudah melekat di hati masyarakatnya, jaje klepon Men Sana, masih kerap digandrungi masyarakat dan para pelanggannya. Bahkan di tahun 2018, klepon yang menggunakan resep turun-temurun itu berhasil meraih juara pertama se-Kabupaten Jembrana.

Usaha jaje klepon yang dilakukan secara turun-temurun, ternyata merupakan usaha keluarga yang kuat serta tetap menjaga kualitas terutama setia pada resep pembuatan klepon oleh para pendahulunya. Membuat jaje tradisional klepon ini, ternyata merupakan ajarannya Kumpi Lun. Resep serta tata cara membuatnya ditularkan dari Kumpi Lun ke Ni Nengah Sulem. Pembuatan jaje tradisional, kini diteruskan ke cucu dari Men Sana, yakni I Made Angga Kusumandana bersama istrinya, Ni Luh Ratna Oktaviani.

Usaha jajan tradisional yang berlokasi di Jalan Panji Sakti, Gang 1, Banjar Tegalasih, Desa Batuagung, Kecamatan Jembrana tersebut, kini makin banyak penggemarnya. Terbukti banyak kantor–kantor pemerintahan yang menjadi pelanggan tetap. Sebenarnya Nama Men Sana itu diambil dari nama I Wayan Arsana Negara yang merupakan bapak dari Angga Kusumandana.

Demi mempertahankan kualitasnya, cara pembuatannya dilakukan secara manual, dengan tanpa menggunakan alat yang modern. Tepung beras, tepung kanji, daun suji, daun pandan, dan daun sirih menjadi bahan utama. Prosesnya dimulai dari mengukus campuran, tepung beras dan tepung kanji yang kemudian dicampur dengan daun suji yang sudah dihaluskan. Adonannya lalu dibentuk lonjong, diisi dengan gula cair, dan direbus hingga mengapung.

Proses yang paling rumit adalah saat membentuk klepon, agar tidak terlalu tebal atau tipis. “Proses paling sulit ketika membentuk dan mongpong klepon itu, karena tidak boleh terlalu tebal ataupun terlalu tipis. Maka membentuknya harus pas. Apabila terlalu tebal, rasa manisnya kurang meresap, dan jika terlalu tipis akan pecah saat direbus. Maka dari itu sampai saat ini prosesnya masih manual dan belum bisa menggunakan alat cetak.” ujar Ratna Oktaviani.

Proses mongpong klepon. Sumber foto : Dok. Info Jembrana

Sampai saat ini, klepon hasil produksinya itu masih menjaga kualitas dan telah memiliki pelanggan tetap, termasuk kantin kantor, puskesmas, sekolah, dan reseller. Produksinya, rata-rata mencapai 3 kilogram atau 1.200 buah klepon. Bila ada pesanan khusus, seperti upacara keagamaan atau resepsi pernikahan, bisa mencapai 9 kilogram.

Harga jualnya pun bervariasi, tergantung pada varian isinya, mulai dari harga terendah Rp 1.200 hingga Rp 45.000. Meskipun sudah cukup terkenal, namun tampaknya produksi jaje klepon ini, akan membuat variasi rasa klepon. Namun langkah inovasi itu belum ditemukan resep yang pas. Produksi ini juga sudah mencoba membuat varian coklat dan keju.

Tidak hanya penjualan, Ratna juga menuturkan produksi jaje klepon Men Sana ini juga pernah meraih juara pertama pada lomba pembuatan jajanan non-beras di Kabupaten Jembrana tahun 2018. Bahkan pernah mewakili Dharma Wanita Jembrana dalam pameran UMKM di Jakarta yang diselenggrakan Kementerian Koperasi dan UKM. KAY/IJN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here