
JEMBRANA, IJN – Tradisi Nepeng atau lebih akrab disebut tepeng-tepengan, tampaknya mulai diserukan kembali di Kelurahan Loloan Timur. Kegiatan ini menjadi kebiasaan masyarakat setempat. Tentu hal ini menjadi hal yang menarik, karena kegiatan tepeng-tepengan ini boleh disebut sebagai sebuah wujud kebersamaan dengan makan bersama menggunakan hamparan daun pisang dan lauknya plecing ayam kampung.
Menu plecing biasanya berbahan daging ayam kampung yang disuwir-suwir dengan dibumbui rempah-rempah dan biar terasa pedas juga ditambahi sambal. Biasanya ayam itu dipanggang terlebih dahulu, lalu disuwir-suwir (dibuat kecil-kecil). Selanjutnya dimasak dibumbui dengan rempah-rempah.
Tradisi makan bersama ini menggunakan daun pisang sebagai alas atau tatakan nasi dan lauknya. Setelah nasi disajikan di sepanjang daun pisang, lalu ditaburi plecing ayam kampung. Segalanya telah siap disajikan, kemudian dimakan secara bersama-sama duduk berjejer dan melingkar. Tak ketinggalan, supaya ada kriuknya, perlu ditemani kerupuk. Kegiatan yang disebut dengan tepeng-tepengan ini biasanya dilakukan di rumah-rumah panggung.
Tradisi ini ternyata menjadi daya tarik tersendiri bagi para pengunjung, ketika pelaksanaan hajatan Festival Budaya Loloan Jaman Lame ke V bulan Oktober lalu. Panitia membuatkan semacam paket nepeng di rumah panggung dengan harga yang cukup terjangkau Rp 350 ribu. Satu paket itu biasanya diikutkan sebanyak 10 orang bahkan bisa lebih. Rasa kebersamaan ketika makan bersama, menjadi daya tariknya serta uang sejumlah itu disisihkan sebagian dari perawatan rumah panggung yang kini mulai hilang keberadaannya. “Paket nepeng atau lazimnya disebut megibung di rumah panggung adalah salah satu inisiasi berkelanjutan dari remaja Loloan Timur, kendati hajatan budaya Loloan Jaman Lame sudah usai,” ujar Kepala Lingkungan Loloan Timur, Muztahidin, Sabtu 17 November 2023.
Dia menjelaskan paket nepeng di rumah panggung ini dalam rangka mengenalkan lebih dekat kepada Masyarakat luas tentang bagaimana suasana rumah panggung yang ada di Loloan. Ini juga merupakan langkah nyata anak muda untuk ikut menjaga dan melestarikan warisan budaya dari pendahulu di Loloan.
Program ini kata Muztahidin, baru berjalan sejak dilaksanakanya Festival Loloan Jaman Lame ke V Bulan Oktober lalu. Harapannya, kegiatan ini dapat menjadi bagian dari literasi terutama terkait sejarah tentang Loloan. “Hal ini pula sekaligus menjadi pilihan bagi pecinta kuliner di Jembrana,” ujarnya menawarkan bagi pecinta kuliner.
Meski sudah menjadi program kegiatan, namun belum semua rumah panggung yang ada mengikuti program tersebut. “Saat ini baru beberapa rumah saja yang ikut,” terangnya.
Mengenai soal harga per paket, Muztahidin mengatakan harga perpaket Rp 350.000, itu sudah termasuk nasi, plecing ayam kampung satu ekor, air mineral, kerupuk dan lain-lainnya. Porsi satu paket tepeng-tepengan itu cukup dinikmati sebanyak 10 orang. “Juru Masaknya pun juga langsung dari pemilik rumah panggung. Jadi tinggal pesan pesan, datang dan makan,” ujar sambil mempromosikan.
Muztahidin juga menjelaskan dari uang Rp 350.000 tersebut, dan sebagian disisihkan sebagai uang pinjam tempat, dengan harapan dapat menjadi tambahan bagi pemilik rumah panggung serta ikut serta peduli merawat keberadaan rumah panggung yang usianya cukup tua. “Jika ini berjalan dan banyak peminat, Insya Allah dapat meringankan pemilik rumah panggung yang selama ini terkendala pada perawatan yang cukup banyak menghabiskan biaya,” ujar Kaling yang tergolong kreatif ini. (ono)