
JEMBRANA, (IJN) – Tradisi bertoleransi antar agama, suku dan keberagamaan lainnya pada masyarakat Kelurahan Loloan Timur Kecamatan Jembrana, menjadi daya tarik sekitar 400 siswa SMA Negeri 1 Tarik Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur berkunjung ke Loloan Timur. Kunjungan Budaya Outdoor (ODL) berbasis implementasi Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) ini disambut meriah oleh remaja dan pemuda yang terhimpun dalam Komunitas Seni Ambenan (Kosan ) Loloan Timur, Kamis , 25 April 2024.
Kedatangan rombongan pelajar Sidoarjo tersebut disambut dan diiringi musik hadrah menuju ke Ambenan Ijogading, sebuah tempat di tepi Sungai Ijogading Kelurahan Loloan Timur. Lokasi Ambenan merupakan tempat berkreasi dari kalangan anak-anak muda di Loloan Timur. Sebelum menuju Ambenan Ijoding, ada prosesi tradisi melayu yang menarik yang akrab disebut Palang Pintu Loloan. Prosesi itu menampilkan dua pendekar pencak silat Melayu Loloan. Tak hanya bermain pencak silat, juga diisi dengan adegan tradisi berbalas pantun dengan menggunakan bahasa Melayu Loloan. Seusai berbalas pantun, diwarnai dengan tradisi menghamburkan beras kuning bersama uang koin, yang akrab disebut tradisi Ambur Salim.
“ Setelah saya browsing di internet, saya menemukan nama desa atau Kelurahan Loloan Timur di Kabupaten Jembrana Bali. Saya jadi tertarik untuk berkunjung ke Loloan Timur, ingin melihat bentuk toleransi dan kerukunan masyarakatnya antara umat Islam dengan Hindu,” ujar Minasti Duta Maharani, selaku Koordinator Projek Bhineka Tunggal Ika. Anak-anak siswa SMAN 1 Tarik ini datang ke Loloan Timur untuk sebuah penelitian terjun ke masyarakat dengan menggunakan tehnik wawancara, selanjutnya menjadi karya tulis.
“Kahadiran ke Loloan Timur ini untuk membuka wawasan anak-anak kami,tenyata bentuk toleransi yang ada di masyarakat Bali khususnya di Kelurahan Loloan Timur ini, sangat terjaga dan harmonis. Masyarakatnya melihat sebuah perbedaan itu bukan sebagai sarana untuk memecah belah tetapi justru pemersatu. Mereka begitu harmonis dan saling menghargai serta menghormati, Apalagi di Loloan Timur, peran dari pemuda untuk melestarikan budayanya sangat besar. Saya salut, semua paham dengan tradisi yang ada di Loloan,” ungkap Wiwik Trianawati selaku Kepala SMAN 1 Tarik Sidoarjo.
Berkaitan dengan kunjungan ini, Ketua Kosan, Irwan Hidayat menjelaskan kegiatan ini merupakan agenda kegiatan perdana setelah terbentuk Komunitas Seni Ambenan dua bulan yang lalu. “Mereka ingin melihat kerukunan umat beragama dan budaya di Loloan Timur. Selain mengikuti diskusi, mereka juga melakukan langkah observasi lapangan dengan berkunjung ke masyarakat ke rumah-rumah warga,” terang Irwan Hidayat.
Seusai penampilan tari Awik, kegiatan kunjungan dilanjutkan dengan acara megesah budaya dengan tema bentuk toleransi yang di masyarakat Loloan Timur. Dua narasumber yang dihadirkan di antaranya, H. Musadat Johar selaku tokoh Budaya Loloan Timur dan I Nengah Mahadiarta selaku Bendesa Adat Lokasari Loloan Timur.
H. Musadat Johar menyampaikan jaman boleh berubah, tetap tata cara dan prilaku untuk bertoleransi antar umat dan suku di Kelurahan Loloan Timur, jangan sampai bergeser atau berubah. Bentuk toleransi yang ada di Loloan ini, sudah diwariskan sejak ratusan tahun lalu, sehingga selama ini kerukunan antar umat tetap terjaga. “Konsep bertoleransi ini sudah ada sejak abad ke 16, sehingga bisa jadi bentuk toleransi di Loloan ini sering menjadi motivasi bagi daerah lain,” ujar Musadat Johar. Tidak hanya dibidang agama, bentuk toleransi juga terjadi di bidang ekonomi dan seni.
Sikap bertoleransi juga dijabarkan, Bendesa Lokasari Loloan Timur, I Nengah Mahadiarta. Dalam bertoleransi pihaknya menggunakan konsep Tri Hita Karana, bagaimana mengharmoniskan hubungan manusia dengan Tuhan dan manusia dengan manusia. ” Sebagaimana tradisi yang ada di Loloan, kita sering melaksanakan seperti tradisi ngejot dan tolong menolong. Kita di Subak juga ada tradisi bertoleransi, krama atau saudara muslim ketika terjadi kemarau panjang, diberi ruang untuk memohon hujan kepada Tuhan, dengan acara agamanya dan yang umat Hindu juga menggunakan keyakinannya. Tradisi ini sudah sering dilakukan dan sudah merupakan kebiasaan turun temurun di Loloan ini. Sehingga komunikasi yang terjalin ini, sudah diperkenalkan kembali kepada generasi kita, sehingga dengan toleransi itu kita bersama-sama membangun,” paparnya.
Sementara, Lurah Loloan Timur, Syukron Hadiwijaya mengakui selama ini kerukunan di Lotim sudah berjalan sangat baik, dengan menjaga kearifan lokal di Loloan. “Kearifan lokal yang masih terpelihara dengan baik di sini, seperti adanya budaya Ngejot menjelang hari raya. Alhamdulillah kepada generasi mudanya telah memelihara bertoleransi dengan menjaga kerukunan umat di Loloan, baik lewat budaya, seni dan lainnya,” ungkapnya. ONO/IJN