
JEMBRANA, (IJN) – Arus mudik Lebaran yang padat mengakibatkan kemacetan parah di Pelabuhan Gilimanuk. Bagi warga sekitar pelabuhan, kemacetan ini menjadi peluang untuk meraup keuntungan atau cuan dengan menjadi pedagang dadakan, menjajakan kebutuhan penting bagi pemudik yang terjebak macet.
Sejak antrean panjang pemudik terjadi beberapa hari terakhir, banyak warga sekitar pelabuhan yang beralih menjadi pedagang asongan, menjual makanan dan minuman kepada pemudik. Mereka menjajakan dagangan di area parkir kargo, gang-gang pemukiman, bahkan membuka warung kecil di depan rumah.
Purnawati, warga di gang 2, Lingkungan Penginuman, Kelurahan Gilimanuk, mengaku setiap tahun saat mudik Lebaran ia membuka jualan di depan rumahnya. “H-7 saya sudah mulai buka jualan,” tuturnya.
Tradisi tahunan ini menjadi berkah bagi sejumlah warga di Gilimanuk, terutama mereka yang tinggal di gang-gang pemukiman yang dilalui kendaraan pemudik. “Iya namanya ada peluang, ya kita jualan. Kan bisa buat tambahan pemasukan,” ujarnya.
Purnawati tidak hanya menjual makanan ringan, nasi bungkus, dan minuman, tetapi juga menyewakan toilet dan kamar mandi. “Kalau toilet umum seikhlasnya, mau dibayar iya, mereka cuman pinjam aja juga nggak apa apa,” akunya.
Setiap hari selama ada antrean arus mudik, dia bisa meraup keuntungan Rp500 ribu hingga Rp800 ribu. Di balik peluang bisnis ini, Purnawati juga melihat kesempatan untuk berbuat baik di bulan Ramadan dengan menyediakan makanan berbuka puasa bagi pemudik.
“Peluang usaha ada, peluang untuk bantu mereka yang mau berbuka puasa juga ada. Karena kan mereka antrenya berjam-jam, dan kalau mobil ya ditinggal untuk pergi cari makanan, takut antrean jalan. Jadi kita paling tidak bisa bantu menyediakan makanan berbuka,” ucapnya.
Semakin lama antrean, semakin untung juga bagi warga karena peluang menjajakan dagangan bisa lebih lama. Bahkan Purnawati mengaku kurang setuju jika di pelabuhan penyeberangan Gilimanuk disediakan fasilitas kapal dengan kapasitas daya angkut besar. “Iya kurang setuju, karena antreannya berkurang,” tuturnya sambil tertawa.
Ni Ketut Widiarini, pedagang lain dari Lingkungan Samiana, juga mengaku lebih memilih berjualan di depan rumahnya saat ada antrean arus mudik. “Saya punya warung di lokasi beda, tapi kalau ada mudik saya jualan depan rumah. Lumayan hasilnya dan bisa dekat rumah sambil bergadang,” ujarnya.
Namun, di balik keuntungan yang didapat, Widiarini mengeluhkan sikap para oknum pemudik yang tidak menjaga kebersihan dengan membuang sampah sembarangan.
“Iya ini, satu sisi senang, satu sisi sampah juga berserakan di gang-gang kampung, jadi jorok semua,” keluhnya.
Antrian pemudik yang mengular selama empat hari terakhir menjadi berkah bagi pedagang dadakan, dengan keuntungan mencapai ratusan ribu rupiah setiap hari. Di sisi lain, kemacetan ini juga membawa ketidaknyamanan bagi warga sekitar, terutama terkait dengan kebersihan lingkungan. CAK/IJN