Gipang Merah, Jajan Tempo Dulu yang Masih Digemari Masyarakat 

0
903
Pemilik dan beberapa ibu-ibu saat melakukan produksi jajan Gipang Merah atau lebih akrab disebut Getigeti oleh masyarakat Loloan Kabupaten Jembrana, Sabtu, 23 September 2023. Sumber foto: ono/IJN

JEMBRANA (IJN) – Meski sudah puluhan tahun, beberapa jajanan tempo dulu yang ada di Kampung Loloan hingga sekarang masih ada yang dapat ditemui. Bertahannya jajan warisan para orang terdahulu masih terpelihara dan dikembangkan oleh generasi penerusnya. Beberapa di antara jajan yang sudah ada puluhan tahun sebelumnya, yakni jajan Gipang Merah atau masyarakat Loloan sering menyebutnya, Getigeti. Jajan berbahan nasi kering atau sering disebut Cengkaruk itu hingga kini masih diproduksi dengan cakupan penjualannya pun masih cukup luas serta digemari masyarakat. Tak hanya di sekitar wilayah Kelurahan Loloan Timur dan Kabupaten Jembrana, tetapi jajan warisan tempo dulu itu juga dipasarkan di luar Jembrana.

Berada di tengah-tengah ragam kuliner yang cukup banyak seperti sekarang ini, ternyata tak menyurutkan Hj. Musyarofah (60) untuk terus memproduksi jajan Gipang Merah yang menjadi jajan tradisional warisan orang tuanya. “Saya sudah belajar membuat jaje (jajan.red) Gipang Merah sejak masih kecil, diajari orang tua. Setelah orang tua tiada, saya yang melanjutkan usaha membuat jajan ini. Begitu pula juga orang tua saya dahulu, diajari juga oleh orang tuanya. Jadi jajan yang terbuat dari nasi kering ini, merupakan jajan warisan turun temurun,” ujarnya sambil mengemas Getigeti itu dengan pembungkus plastik, ketika ditemui di rumahnya, Sabtu , 23 September 2023. Saat ditemui di rumahnya yang juga menjadi rumah produksi olahan jajannya, tampak sedang melakukan proses produksi Getigeti. Pengolahan jajan tradisional itu, dikerjakan para ibu-ibu warga seputaran Loloan Timur. Ada yang bagian memasak gula merah dan menggoreng, ada yang bagian mencetak dan ada pula yang bagian mengemas hinga ratusan kemasan dalam satu ikat. Menjadi khas Kampung Loloan, pembuatan Getigeti ini berlokasi di rumah panggung yang cukup tua. Hanya saja bukan di bagian lantai atas, namun produksinya berada di lantai bawah. Cara membungkus dengan kantung plastik, masih menerapkan pola tradisional dengan merekatkan kantung plastik menggunakan nyala api lilin. Bila tak terbiasa, dipastikan akan lambat mengerjakannya. Tetapi bagi-bagi ibu-ibu itu, mengerjakannya sangat mudah. Tak butuh waktu lama, sudah ratusan bungkus Getigeti selesai dikemas dan siap untuk dipasarkan. “Untuk pemasarannya, sudah ada yang tukang mengantar. Biasanya seles yang datang dan siap memasarkan. Tidak hanya dipasarkan di Kabupaten Jembrana saja, tetapi juga  sampai ke luar seperti Gianyar, Klungkung dan Denpasar,” ujarnya.

Bicara bagaiamana cara mengolahnya, wanita berusia enam puluh tahun ini menuturkan bahwa caranya tidak terlalu sulit. Bahannya nasi kering atau lebih fasih di telinga kampung Loloan, namanya Cengkaruk. Nasi kering ini dibersihkan terlebih dahulu, lalu digoreng yang sudah dicampur dengan gula merah. Proses menggorengnya tidak terlalu lama, lalu diangkat diletakan kemudian ditata untuk siap dicetak berukuran persegi kecil-kecil. Usai dicetak, lalu masuk pada tahap pengemasan dengan pembungkus plastik. Selanjutnya pengemasan rampung, masuk tahap pengikatan dan siap untuk dipasarkan. Selain gula merah, juga diberi sedikit garam. Bahan-bahan yang setiap produksi, disiapkan sebanyak 50 kilogram nasi kering atau cengkaruk, 40 kilogram gula merah dan minyak goreng sebanyak 20 kilogam. Mengenai harga jualnya, dia mengatakan tidak terlalu mahal, satu buah jajan Gipang Merah buatannya dihargakan 5 ribu rupiah. Dalam satu bungkus kemasannya berisi 12 jajan, hanya dijualnya seharga 25 ribu rupiah. Sekali produksi, usaha kecil yang dirintisnya sejak tahun 1970-an ini, bisa mencapai 250 ikat kemasan. Dia pun memberikan label hasil produksinya dengan nama Rajawali, bahkan sudah tertera label halal. Meski hasil produksinya masih tergolong usaha kecil, namun pemasarannnya cukup luas, tak hanya di warung-warung, toko-toko modern di Jembrana saja, tetapi juga merambah di hampir seluruh Bali. Tak hanya itu, usaha jajan trandisional ini juga menerima pesanan dengan jumlah banyak. “Biasanya banyak pesanan di Hari Raya Galungan dan Kuningan,“ ujarnya menutup obrolan siang itu. (ono)

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here