Kurun Waktu Enam Bulan, Kejari Jembrana RJ 8 Perkara

0
540
Kasi Penkum Kejati Bali, Putu Agus Eka Sabana, saat diwawancarai para awak media di Kantor Kejari Jembrana, Kamis 22 Juni 2023. Sumber foto : istimewa

InfoJembranaNews – Dalam kurun waktu enam bulan sejak Januari hingga Juni 2023, Kejaksaan Negeri (Kejari) Jembrana telah berhasil menyelesaikan 8 perkara melalui metode Restoratif Justice (RJ). Namun dalam praktiknya, tidak serta merta semua perkara bisa di RJ kan.

“Restoratif Justice (RJ) tidak mengesampingkan penegakan hukum yang tegas. Sebaliknya, tujuan utamanya adalah penegakan hukum yang memperhatikan keadilan yang ada dalam masyarakat. Tentu saja, perkara yang serius tidak akan diselesaikan melalui metode RJ,” jelas Eka Sabana, Kasi Penkum Kejati Bali, ditemui di Kantor Kejari Jembrana, Kamis 22 Juni 2023.

Eka Sabana, menjelaskan ada beberapa syarat yang harus dipenuhi saat dilakukan RJ, termasuk pemulihan hak korban. Bahwa tuntutan dari pihak korban tidak ada karena telah terjadi perdamaian. Oleh karena itu, tidak ada penuntutan terhadap tersangka di pengadilan, dengan tujuan memberikan rasa keadilan kepada masyarakat dengan mengabaikan tuntutan dari jaksa penuntut umum.

Perkara yang diselesaikan melalui RJ, kata dia, adalah perkara yang menitikberatkan keadilan dalam masyarakat daripada kepastian hukum. “Jadi, tidak semua perkara dapat diselesaikan melalui Restoratif Justice (RJ). Tidak ada permintaan khusus seperti itu,” tegasnya, didampingi Fajar Said, Kasi Intel Kejari Jembrana.

Menurutnya, RJ dapat dilaksanakan apabila ancaman hukuman pidananya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang memungkinkan pelaksanaan RJ. Selain itu, terdapat perdamaian dari pihak korban dan pemulihan hak korban sudah terpenuhi. Disamping juga ada permintaan dari korban untuk tidak melanjutkan penuntutan.

“Prosesnya seperti itu. Bukan sembarang langsung dilakukan RJ. Pertama, dilakukan pertemuan dengan pimpinan untuk memutuskan apakah perkara tersebut bisa diselesaikan melalui RJ, baru kemudian RJ dilaksanakan,” jelasnya. Di Jembrana, terdapat 8 perkara yang telah diselesaikan melalui RJ. Perkara tersebut meliputi kasus 362, 378, kecelakaan lalu lintas, serta penganiayaan ringan.

“Beberapa kasus masih berkaitan dengan hubungan keluarga. Pada saat itu, emosi mungkin mempengaruhi dan korban meminta damai. Karena rasa keadilan lebih besar daripada kepastian hukum, maka dilakukanlah RJ. Seperti yang disampaikan oleh Jaksa Agung, RJ lebih memprioritaskan keadilan dalam masyarakat,” ujarnya.

Ketika ditanya apakah RJ dapat dilanjutkan, Eka Sabana mengatakan, kemungkinan bisa, jika tersangka tidak dapat memenuhi beberapa syarat yang telah ditentukan dan disepakati oleh pihak korban. “Jika salah satu syarat tidak terpenuhi, korban dapat melaporkan kembali dan perkara akan dilanjutkan,” jelasnya.

Namun ketika seseorang yang telah mendapatkan RJ kemudian melakukan pelanggaran hukum lagi, kata dia, bahwa RJ tersebut tidak akan diberlakukan dan tidak ada kesempatan untuk RJ kembali. “Jika melakukan pelanggaran lagi, tidak akan ada kesempatan untuk RJ. Itu berarti telah terjadi pengulangan, sehingga RJ tidak akan diberlakukan,” katanya.

Eka juga menjelaskan perbedaan antara RJ di Kepolisian dan RJ di Kejaksaan dalam konteks penggunaan istilah. RJ di Penuntut Umum disebut sebagai SKP2 atau Surat Keputusan Penghentian Penuntutan, sedangkan di Penyidik disebut SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan). “Secara istilah, mereka sama-sama menggunakan RJ, namun memiliki konteks yang berbeda,” pungkasnya. dk/IJN

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here